Trenasia
Rayhan Naufaldi Hidayat

Rayhan Naufaldi Hidayat

Hari Disabilitas Internasional: Jadilah Pionir Pembangunan Inklusi yang Berkelanjutan

Rayhan Naufaldi Hidayat in kolom 06 Juni 2025 02:42 WIB 2 min read

Barista berkativitas di area bar kafe Sunyi “House of Coffee and Hope” di Jalan Fatmawati, Jakarta, Jum’at, 15 Januari 2021. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia

Pertanyaan terbesarnya ialah, akankah 3 Desember 2024 menjadi peringatan hari difabel sedunia yang berlalu begitu saja? Tepat 17 tahun yang lalu, 30 Maret 2007 di New York, Indonesia telah berjanji kepada masyarakat global di atas tinta hitam penandatanganan Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas. Meski begitu, apa yang kelompok difabel kini alami masih stagnan pada soal-soal yang sama, menyangkut diskriminasi, segregasi dan marjinalisasi. Apa yang salah? Siapa yang patut disalahkan? dan Sampai kapan kesalahan itu terus berulang?

Sudah saatnya bangkit menjadi pemimpin atas agenda pembangunan nasional yang inklusif, adaptif dan berkelanjutan. Berhenti saling menyalahkan, fokus ke depan menata aksesibilitas (akomodasi yang disesuaikan) menuju desain universal bagi kelompok difabel tahun 2045 di Indonesia. Setiap diri difabel kini harus ambil peran sesuai keterampilan masing-masing mempengaruhi publik melalui inspirasi, advokasi dan edukasi.

Menuju Indonesia Inklusif tahun 2045

Peta jalan aksesibilitas harus segera disusun pemerintah bersama organisasi kelompok difabel untuk memedomani kebijakan dan sistem implementasi. Satukan perspektif perihal apa itu difabilitas (kemampuan berbeda), apa moda-akomodasi yang diperlukan, bagaimana cara mengadakannya, serta dengan cara apa semua itu merata dalam seluruh sektor kehidupan. Peraturan pelaksana atas UU 8/2016 wajib dirumuskan mengenai Pedoman aksesibilitas bagi kelompok difabel. Satu pedoman yang utuh dan terintegrasi berdampak signifikan untuk merealisasikan program.

Konsultasi harus dibuka melalui kanal partisipasi yang mudah diakses serta terinformasi kepada komunitas-komunitas kelompok difabel. Masukan dari mereka begitu penting, sebab tidak ada yang lebih mengetahui kebutuhan mereka, selain diri mereka sendiri (Nothing about us without us). Keunikan pengalaman mereka otentik untuk didengar dan diakomodir oleh pemerintah. Bersama kelompok difabel, Indonesia bisa menemukan jalan yang benar menuju pembangunan inklusif tahun 2045.

Bermula dari dunia pendidikan

Satu hal yang mendesak untuk diwujudkan saat ini ialah lingkungan akademis yang ramah bagi kelompok difabel. 20% anggaran pendidikan telah ditetapkan, tinggal bagaimana pemerintah bisa menerjemahkannya menjadi lembaga-lembaga pendidikan yang terbuka akan keberagaman, menghilangkan dikotomi kemampuan serta mengentaskan diskriminasi. 3 unsur yang harus ada, yaitu kuota afirmatif pada setiap jenjang pendidikan, penyesuaian kurikulum dan cara belajar serta fasilitasi aksesibilitas fisik maupun nonfisik, mencakup pula sentra pelayanan terpadu. Tidak ada yang dicela dalam hal ini, hanya saja semua harus dipastikan mudah ditemukan, terinformasi dan bekerja dalam kerangka fungsi sesuai satu pedoman nasional.

Inisiatif baik dari pribadi ataupun sekelompok orang sangat diapresiasi, namun itu saja tidak cukup untuk merubah struktur mapan yang terus menerus menderogasi hak-hak kelompok difabel. Indonesia urjen untuk mencetak difabel-difabel yang unggul dan berdaya saing global. 1.000.000 lulusan saja belum tentu cukup, apalagi sekedar satu atau dua kisah sukses. Kini menjadi jelas, semakin banyak difabel yang tercerahkan, maka semakin banyak teladan yang tersebar. Mereka akan memplopori sebagai agen inklusi dalam dunia kerja, lingkungan sosial dan kampanye global.

- Selamat Hari Disabilitas Internasional: Jadilah Pemimpin dalam Pembangunan Inklusi yang Berkelanjutan di Masa Mendatang -

More Kolom


KOLOM TERKAIT