Setelah melewati berbagai tantangan mulai dari pandemi, lonjakan inflasi, hingga perang yang mengubah rantai pasokan global, 2023 merupakan momentum yang tepat untuk dapat terus menjaga pertumbuhan ekonomi. Tahun ini penting mengingat 2024 merupakan tahun politik yang notabene memberikan kekhawatiran bagi pelaku bisnis. Namun, sektor ritel diyakini dapat menjadi salah satu sektor yang lebih cepat pulih terlebih setelah hampir semua protokol kesehatan dilonggarkan.
Sektor ritel sangat erat kaitannya dengan optimisme masyarakat dalam memandang ekonomi. Pemerintah berhasil menjaga optimisme tersebut, tercermin dari peningkatan Indeks Kepercayaan Konsumen pada bulan Februari 2023 menjadi 122,4. Jika berada di atas 100, artinya konsumen optimistis terhadap perekonomian, dan sebaliknya. Sejak kuartal 4 2021, indeks berhasil bangkit dari zona pesimistis ke zona optimistis dan terus menunjukkan optimisme hingga sekarang.
Konsumen sendiri bergantung pada sumber pendapatan mereka. Untuk rumah tangga dengan pendapatan rendah dan menengah ke bawah, subsidi dan bantuan sosial dapat membantu. Berdasarkan data historis 10 tahun ke belakang, kebijakan fiskal ekspansif terbukti dioptimalkan setahun sebelum pemilu.
Untuk tahun 2023, pemerintah mengalokasikan Rp3,041 triliun untuk belanja pemerintah, melonjak 23,6% dibandingkan dengan level tahun 2019. Selain itu, realisasi belanja pemerintah juga hamper selalu mencapai 100% dari target di tahun sebelum pemilu. Secara khusus, selama tahun pemilihan legislatif, belanja pemerintah berkembang sekitar 5,3% year on year (YoY).
Namun, selama tahun pemilihan presiden, pengeluaran pemerintah ditekan karena ini hanya periode peralihan dari petahana ke presiden baru. Hal ini relevan karena pemilihan akan dilakukan pada tanggal 14 Februari 2024, sehingga membuat tahun 2023 menjadi lebih penting. Di samping itu, pemilu eksekutif dan legislatif digabung di tahun 2024 pula. Hal ini “menguntungkan” masyarakat karena terdapat kecenderungan untuk belanja pemerintah menjadi lebih populis dan cair lebih cepat sehingga petahana tetap memiliki citra yang baik.
Dengan kebijakan fiskal yang ekspansif, konsumen akan memiliki ruang yang lebih luas untuk melakukan belanja diskresioner. Realisasi bantuan sosial selama tahun pemilihan selalu sekitar 100% juga. Pemerintah mengalokasikan Rp143,5 tn (lebih tinggi 0,8% YoY) untuk bantuan sosial pada tahun 2023. Meskipun pertumbuhannya kecil, realisasinya diyakini dapat mencapai sekitar 100%.
Kenaikan upah minimum provinsi (UMP) pun sebesar 7,1% atau di atas rata-rata pertumbuhan UMP di bawah periode kedua Presiden Jokowi yang sebesar 5,2% turut membantu konsumsi masyarakat. Untuk Jakarta sendiri, UMP naik sebesar 5,6% YoY dari Rp4.641.854 menjadi Rp4.901.798 per bulan. Dengan inflasi yang kemungkinan mencapai 4% di 2023, pertumbuhan riil UMP pada 2023 sebesar 3,1% alias masih lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan UMP riil sebesar 2,1% dari periode kedua Presiden Jokowi.
Terkait harga, terdapat ekspektasi peningkatan tekanan inflasi yang disebabkan oleh harga yang lebih tinggi selama bulan Ramadan, sebelum mereda pada Juni nanti. Terdapat juga penurunan pada Indeks Ekspektasi Harga 6 bulan (IEH) dari 140,8 pada April menjadi 140,2 pada Mei. Dengan kata lain, masyarakat mengantisipasi tekanan inflasi yang lebih ringan karena harga yang lebih rendah akibat tingkat permintaan barang yang sudah mereda setelah Idulfitri serta persediaan yang mencukupi.
Saat ini, konsumen mulai menggunakan tabungan mereka untuk mengganti apa yang telah mereka lewatkan selama masa lockdown. Sayangnya, para pengusaha ritel harus menghadapi pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat, tetapi untungnya pemulihan ekonomi meningkat seperti air pasang, menyetel sektor ritel untuk dapat mengapung lebih tinggi. Hal ini tercermin dari Indeks Penjualan Ritel (IPR) yang terus menguat ke level 213.2.
Ke depannya, kategori Makanan, Minuman, dan Tembakau serta Pakaian dalam IPR akan menunjukkan performa yang mentereng di kuartal ini akibat semarak Ramadan tiba. Di samping itu, working from office (WFO) serta berbagai acara di luar rumah akan meningkatkan lonjakan pengeluaran pada makanan dan minuman serta pakaian. Dengan meningkatnya penjualan ritel, meningkat pula kekuatan perekonomian Indonesia akibat sector ritel membentuk 13.6% dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada tahun 2022. Mari kembali berbelanja!