Membicarakan peluang ekonomi Industri Geospasial Indonesia, sama artinya dengan membicarakan luasnya Wilayah Indonesia. Sangat besar, dan menyimpan nilai ekonomi yang tak seluruhnya telah terpetakan. Juga perkembangannya sangat signifikan di masa mendatang. Berdasar laporan MarketsandMarkets, besarnya peluang itu turut dipengaruhi pasar industri gesospasial dunia.
Pertumbuhannya diproyeksikan mengalami kenaikan 12,2% dalam kurun waktu 5 tahun, 2022-2027. Konversi nilainya dari US$67,4 miliar menjadi US$119,9 miliar atau setara dengan Rp1.005 triliun rupiah di 2022 menjadi Rp1.788 triliun rupiah pada 2027.
Pendorong tingginya pertumbuhan itu, seiring peningkatan kemampuan analisis big data. Data lokasi merupakan bagian big data, sebagai implementasi pemanfaatan teknologi geospasial. Melalui teknologi geospasial terjadi integrasi analisa, observasi, dan pemodelan geospasial. Hasilnya tak hanya berupa data geospasial, tetapi juga geocoding, geoweb service, global positioning system, dan masih banyak lagi.
Sebagai negara yang punya potensi besar terkait sumber data geospasial, Indonesia tak ketinggalan turut menangkap peluang pasar itu. Terdapat kontribusi sektor geospasial, sebagai bagian tak terpisahkan dari sektor lainnya, pada pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2022. Angkanya mencapai 5,31%.
Teknologi geospasial banyak digunakan di Indonesia dalam pelaksanaan pembangunan infrastruktur. Sebut saja yang saat ini sedang dikerjakan di IKN Nusantara. Juga pembangunan jalan tol, pengembangan permukiman, maupun tata ruang wilayah. Teknologi geospasial juga digunakan di sektor pertambangan, kehutanan, navigasi. Dan yang tak banyak pihak tahu, bidang ini juga bermanfaat dalam aktivitas e-marketing, retail, pengembangan franchise, jasa ekspedisi, hingga navigasi.
Namun demikian, tingginya pemanfaatan teknologi geospasial tak diikuti oleh tersedianya informasi geospasial pemerintah. Penyediaan data geospasial yang detail, justru diselenggarakan oleh perusahaan asing maupun penyedia peta berbasis komunitas. BIG sebagai pemegang mandat pemerintah dalam penyelenggaraan informasi geospasial baru menyediakan peta di tingkat tinjau.
Peta jenis ini ada di tingkat ketelitian wilayah kabupaten atau kota. Sedangkan tingkat detil hingga kelurahan, jalan, bahkan per bangunan yang memiliki prioritas nasional, seperti Kawasan Ekonomi Khusus, Kawasan Strategis Nasional, dan lainnya, masih terbatas. Keadaan ini dibaca oleh investor asing, sebagai peluang. Tentunya untuk berinvestasi atau melakukan kegiatan pemetaan.
Memetakan Wilayah Indonesia yang sangat luas, yang setara dengan Benua Eropa, membutuhkan biaya yang sangat besar. Sebut saja angkanya mencapai Rp 41,8 triliun. Ini jika harus dilakukan pemetaan secara detil, pada skala 1:5.000. Namun tak seluruhnya efisien untuk dilakukan pemetaan.
Terutama jika cakupan wilayahnya bersifat homogen atau penampakannya sama, serta tidak memberikan manfaat untuk aktivitas ekonomi masyarakat. Karenanya perlu dipilih dan dipilah, daerah-daerah yang dipetakan pada tingkat detil, terutama wilayah perkotaan atau urban.
Terdapat banyak perusahaan pemetaan asing yang beroperasi di Indonesia. Google melalui Google Maps, merupakan salah salah satu yang terkemuka. Selain itu ada Bing Maps yang merupakan bagian dari Microsoft, dengan didukung perusahaan pemetaan TomTom. Sedangkan OpenStreetMap merupakan penyedia informasi geospasial berbasis komunitas, yang bersifat terbuka.
Selain itu ada Garmin dan Esri. Yang seluruhnya melakukan pemetaan maupun layanan untuk penggunaan interaktif. Layanan informasi yang dimanfaatkan oleh pengguna, berguna bagi penyedia jasa, untuk menambah data mereka.
Beroperasinya perusahaan-perusahaan yang disebutkan itu, tak selalu diikuti ketaatan pada aturan yang berlaku Indonesia. Ini dapat dilakukan saat perusahaan itu melakukan pemetaan dengan caranya, serta mendapatkan data Indonesia dari data terpublikasi.
Menyikapi realitas ini, dapat menilik Undang-Undang Informasi Geospasial (UU IG) yang memuat substansi Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik. Dinyatakan, Informasi Geospasial diselenggarakan berdasarkan asas kepastian hukum, keterpaduan, keterbukaan, kemutakhiran, keakuratan, kemanfaatan, dan secara demokratis. Keterbukaan informasi geospasial jadi jaminan untuk pelayanan publik yang baik bagi masyarakat. Keterbukaan ini juga bermakna, dapat digunakannya informasi geospasial bagi banyak pihak, dengan akses yang mudah.
Dalam memberikan akses, disediakan infrastruktur penyelenggaraan informasi geospasial. Infrastruktur yang dimaksud tertuang pada Peraturan Presiden tentang Jaringan Informasi Geospasial Nasional (JIGN). Disebutkan, penyelenggaraannya melalui jaringan informasi berbasis teknologi informasi dan komunikasi. Ini berfungi untuk berbagi pakai dan distribusi informasi geospasial. Dalam hal tersedianya jaringan internet yang bersifat terbuka, siapapun dapat memperoleh informasi geospasial, di dalam maupun di luar negeri.
Pada UU IG juga dinyatakan, pengolahan data geospasial dan informasi geospasial dapat dilakukan di luar negeri. Ini jika sumber daya manusia atau peralatan yang dibutuhkan belum tersedia. Untuk keperluan ini, diperlukan izin dari Kepala BIG. Lebih detail terkait pengolahan data dan informasi geospasial di luar negeri, diatur dalam Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Informasi Geospasial. Aspek pertimbangannya meliputi, alih teknologi, peningkatan sumber daya manusia, dan keamanan.
Pedoman teknis pengolahan data dan informasi geospasial di luar negeri, dirinci dalam Peraturan BIG tentang Persetujuan Pengolahan Data Geospasial dan Informasi Geospasial di Luar Negeri. Pedoman yang mengatur tentang syarat persetujuan, proses persetujuan, penyerahan hasil pengolahan atau salinan data informasi geospasial, berikut sanksi yang dikenakan jika terjadi pelanggaran terhadap persetujuan.
Seiring pembahasan ini muncul pertanyaan, bagaimana jika pengumpulan informasi geospasial dilakukan dengan menggunakan satelit asing? Untuk pengumpulan informasi geospasial dengan satelit asing, tidak perlu didahului izin. Penggunaan satelit asing untuk perekaman muka bumi, diatur melalui Undang-Undang Keantariksaan. Di dalamnya disebutkan, pengoperasian satelit adalah salah satu cara untuk memperoleh data penginderaan jauh, berupa citra satelit. Khusus citra satelit dengan resolusi tinggi pengadaan untuk instansi pemerintah harus melalui BRIN.
Akan halnya jika aktivitas itu dilakukan investor asing, bukan saja perangkat yang digunakan, tetapi juga tenaga asing, bukan hanya UU IG yang berlaku. Peraturan-peraturan lainnya, baik tentang keimigrasian, keamanan, dan lainnya, harus memenuhi syarat yang telah ditetapkan. Berdasar UU IG, WNA dapat berperan dalam pemetaan dengan tujuan untuk peningkatan sumberya manusia Indonesia dan alih teknologi.
Peluang pihak asing turut melakukan pemetaan di Indonesia, terbuka lebar. Undang-Undang Cipta Kerja memberikan kesempatan dan membuka peluang untuk investasi dan peluang bagi pelaku usaha di sektor geospasial. Undang-Undang Cipta Kerja telah merevisi Undang-Undang Informasi Geospasial, khususnya pada penambahan Pasal 22A.
Ini menyangkut penyelenggaraan Informasi Geospasial Dasar (IGD), yang sebelumnya hanya dilakukan oleh Badan Informasi Geospasial, saat ini dapat dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melalui kerja sama.
Tindak lanjut revisi undang-undang di atas, berupa terbitnya Peraturan Presiden tentang Kerja Sama Antara Pemerintah Pusat dengan Badan Usaha Milik Negara, dalam Penyelenggaraan Informasi Geospasial Dasar. Dalam skema ini, Pemerintah memberikan dukungan fiskal maupun nonfiskal. Dukungan fiskal, diberikan oleh sektor keuangan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Sedangkan yang nonfiskal berupa, perizinan, peningkatan kapasitas sumber daya manusia, dan dukungan lainnya, sesuai dengan kewenangannya.
BUMN yang telah ditetapkan oleh pemerintah, dapat bermitra dengan badan usaha lain, baik dalam maupun luar negeri. Artinya, melalui kerja sama dengan BUMN, pihak asing dapat melakukan pemetaan di Indonesia. Satu pertanyaan menarik sebagai penutup, apakah kegiatan perekaman jalan yang dilakukan oleh mobil Google untuk Google Street View termasuk kegiatan pengumpulan data dan informasi geospasial?